welcome to my blog

penggunjung gue !!!

how many clock now ???

Minggu, 31 Mei 2009

Neraca Perdagangan Indonesia Surplus 3,66 Miliar US$

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia Februari 2007 mencapai 3,66 miliar US$ sedangkan selama Januari-Februari 2007 mencapai 6,76 miliar US$.

Kepala BPS, Rusman Heriawan di Jakarta, Senin, menyebutkan nilai ekspor Indonesia Februari 2007 mencapai 8,32 miliar US$ atau turun 0,44 % dibanding ekspor januari 2007, tetapi dibanding Februari 2006 (YoY) mengalami peningkatan 12,43 %.

"Nilai impor Indonesia Februari 2007 mencapai 4,66 miliar US$ atau turun 11,07 % dibanding Januari 2007, sedangkan selama Januari-Februari 2007 nilai impor mencapai 9,91 miliar US$ atau naik 11,10 % dari periode yang sama tahun lalu," katanya.

Penurunan ekspor, kata Rusman, disebabkan oleh penurunan ekspor migas sebesar 1,84 % dari 1,48 miliar US$ menjadi 1,46 miliar US$ dan ekspor nonmigas sebesar 0,14 % dari 6,86 miliar US$ menjadi 6,85 miliar US$.

"Kita ingat, Februari 2007 ditandai dengan banjir yang melanda Jakarta. Jadi akses dari dan ke pelabuhan di Jakarta utamanya Tanjung Priok sangat terganggu. Dua minggu pertama, akses Tanjung Priok sangat terganggu. Kedua, perlu disadari bahwa bulan Januari itu adalah bulan pendek cuma 28 hari. Jadi kalau hitungan eskpor, 2-3 hari itu berarti," katanya.

Dia menambahkan jika ekspor secara nasional turun 0,44 %, maka di Tanjung Priok penurunannya mencapai 7,5 %, sehingga mengingat peranan Tanjung Priok cukup besar terhadap ekspor nasional yaitu 26 %, maka hal itu menjadi cukup signifikan.

"Lebih lanjut penurunan ekspor migas Februari 2007 terhadap Januari 2007 (berdasarkan data Pertamina dan BP Migas) lebih disebabkan oleh menurunnya volume ekspor minyak mentah sebesar 6,18 %, dan gas turun sebesar 3,19 %," katanya.

Secara kumulatif, katanya, nilai ekspor Indonesia Januari-Februari 2007 mencapai 16,67 miliar US$ atau meningkat 11,47 % dibanding periode yang sama tahun lalu, sementara ekspor nonmigas mencapai 13,72 miliar US$ atau meningkat 19,39 %.

"Ekspor nonmigas Februari 2007 mencapai 6,86 miliar US$, turun 0,14 % dibanding Januari 2007, sedangkan dibanding ekspor Februari 2006 meningkat 19,03 %," katanya.

Menurutnya, ekspor nonmigas ke Jepang Februari 2007 mencapai angka terbesar yaitu 915,5 juta US$, disusul Amerika Serikat 842,1 juta US$ dan Singapura 648,4 juta US$, dengan kontribusi ketiganya mencapai 35,09 %. Sementara ekspor ke Uni Eropa (25 negara) sebesar 1,03 miliar US$.

Sedangkan secara sektor, Rusman menambahkan, ekspor hasil pertanian periode Januari-Februari 2007 meningkat 2,73 % dibanding periode yang sama tahun 2006, sementara ekspor hasil industri serta hasil tambang dan lainnya juga meningkat tajam masing-masing sebesar 15,53 % dan 48,88 %.

Ketergantungan Produk China

Dalam kesempatan itu, Rusman menjelaskan ketergantungan Indonesia terhadap produk-produk asal negeri China semakin besar jauh melebihi impor dari negara-negara importir utama seperti jepang dan AS.

"Jadi sekarang posisi impor kita ini semakin mantap bahwa impor dari China semakin meninggalkan negara-negara lainnya. Kalau pada 2006 kadang-kadang impor terbesar dari China, dan kadang-kadang dari Jepang, sekarang ini kelihatannya Jepang sudah semakin tertinggal dalam pasokan barang-barang kebutuhan dalam negeri," katanya.

BPS mencatat negara pemasok barang impor nonmigas terbesar ditempati oleh China dengan nilai 1,14 miliar US$ dengan pangsa 15,26 %, diikuti Jepang 0,92 miliar US$ (12,29 %) dan Amerika Serikat 0,67 miliar US$ (8,95 %). Sementara impor nonmigas dari ASEAN mencapai 21,18 % dan Uni Eropa sebesar 13,50 %.

"Impor Nonmigas Februari 2007 mencapai 3,58 miliar US$ atau turun 7,65 % dibanding impor Januari 2007, sedangkan selama Januari-Februari 2007 mencapai 7,47 miliar US$ atau naik 15,28 % dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu," katanya.

Sedangkan menurut golongan penggunaan barang, impor barang konsumsi dan bahan baku/penolong selama Januari-Februari 2007 meningkat masing-masing sebesar 23,28 % dan 13,05 % dibanding periode yang sama tahun 2006. Sedangkan impor barang modal menurun sebesar 4,43 %.

"Yang perlu diketahui, pada 2 bulan pertama impor barang konsumsi naik 23,28 % antara lain adalah kontribusi dari beras impor untuk menjaga stok pangan di dalam negeri," katanya.

Rusman juga menyebutkan pihaknya memperkirakan penurunan impor barang modal mengindikasikan industri yang akan menitikberatkan operasi mereka pada pengembangan kapasitas industri dan bukan menambah barang modal.

"jadi bahan baku dimanfaatkan dengan kapasitas industri yang ada karena barang modal masih mengindikasikan turun 4,43 %

Neraca Pembayaran RI Surplus US$ 4 Miliar


Neraca pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan pertama 2009 mengalami kenaikan signifikan. Surplus neraca pembayaran pada periode kali ini tercatat hampir US$ 4 miliar atau melonjak dari periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 1,032 miliar. Surplus kali ini juga jauh di atas triwulan IV-2008 yang defisit sebesar US$ 1,945 miliar.

Dalam siaran pers Bank Indonesia yang diterima detikFinance, Selasa (19/5/2009), perbaikan neraca pembayaran ini terjadi baik pada transaksi berjalan maupun transaksi modal dan finansial.

Berdasarkan data BI, surplus transaksi berjalan pada triwulan I-2009 yang sebesar US$ 1,793 miliar sebenarnya mengalami penurunan dari periode yang sama 2008 yang tercatat US$ 2,817 miliar. Namun surplus pada periode kali ini jauh lebih baik dari transaksi berjalan di triwulan IV-2008 yang defisit US$ 677 miliar.

Menurut keterangan BI, perbaikan kinerja transaksi berjalan tersebut ditopang oleh meningkatnya surplus pada neraca perdagangan nonmigas, serta menyusutnya defisit pada neraca perdagangan minyak dan neraca jasa. Kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas terjadi karena impor nonmigas menurun lebih tajam daripada ekspor nonmigas.

"Karena ditopang oleh harga beberapa komoditas ekspor yang mulai meningkat dan masih cukup kuatnya permintaan tembaga dan batubara di beberapa negara Asia, meski ekspor nonmigas pada triwulan I 2009 menurun, namun laju penurunannya dari bulan ke bulan cenderung melambat," demikian tercantum dalam keterangan pers tersebut.

Sementara penurunan impor, dalam hal ini impor minyak, juga menjadi salah satu penyebab menyusutnya defisit neraca perdagangan minyak. Impor minyak turun mengikuti perkembangan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang berkurang cukup tajam akibat melambatnya laju pertumbuhan ekonomi dan berlanjutnya implementasi program konversi BBM ke gas dan batubara. Seiring dengan tajamnya penurunan impor, pengeluaran jasa transportasi juga berkurang sehingga berdampak pada menyusutnya defisit neraca jasa.

Sedangkan untuk transaksi modal dan finansial pada triwulan I-2009 tercatat sebesar US$ 2,365 miliar atau naik cukup jauh dari periode yang sama tahun lalu dimana tercatat defisit US$ 1,43 miliar. Kenaikan yang lebih signifikan bahkan terasa jika dibandingkan dengan triwulan IV-2008 dimana transaksi modal dan finansial defisit hingga US$ 2,132 miliar.

"Perbaikan kinerja transaksi modal dan finansial ini bersumber dari surplus pada transaksi investasi langsung dan transaksi investasi portofolio," tambah keterangan tersebut.

Transaksi investasi langsung mencatat kenaikan surplus dibandingkan triwulan sebelumnya dengan sumbangan terbesar berasal dari kenaikan investasi di sektor migas dan transaksi akuisisi di sektor telekomunikasi. Sementara itu, surplus transaksi investasi portofolio sebagian besar berasal dari hasil penerbitan obligasi pemerintah berdenominasi valas.

Transaksi investasi portofolio di luar penerbitan obligasi valas pemerintah masih mencatat net outflows namun lebih kecil daripada yang terjadi pada triwulan sebelumnya. Perkembangan ini didukung oleh mulai pulihnya minat investor asing untuk membeli sekuritas berdenominasi rupiah, khususnya SBI, SUN, dan saham, sejak Maret 2009.

Pasar Uang Indonesia Didominasi Asing


Pasar uang Indonesia kini banyak didominasi pihak asing, sehingga seakan-akan hitam putihnya pasar uang Indonesia ditentukan orang luar, kata pegamat pasar uang, Farial Anwar, di Jakarta, Jumat [22/05] .

Karena pasar uang dikuasai pihak asing, sehingga seakan-akan sistem keuangan Indonesia dikendalikan oleh orang luar. Kondisi tersebut sangat menyesatkan, karena akan langsung berpengaruh dengan kepentingan bangsa secara luas.

Bahkan besarnya pengaruh pihak asing, sistem perbankkan Indonesia kini juga sebagian besar dikuasai oleh orang luar. Akibatnya kebijakan moneter pemerintah hampir tak bergigi.

Misalnya saja kebijakan pemerintah untuk menurunkan suku bunga, nyaris tidak digubris oleh pihak perbankkan. Mereka tetap menggunakan bunga tinggi, dan itu tidak ada sanksi hukumnya karena kini Indonesia menganut pasar bebas. Sementara kebijakan pemerintah tanpa didukung oleh perbankkan sebagai pihak yang memberikan pembiayaan, juga akan sulit berjalan. Akibatnya, kata Farial, apapun yang dikatakan pihak asing harus diikuti.

Untuk itu, kata dia, saatnya Indonesia berbenah, jangan sampai persoalan tersebut terus berlanjut dan terus menggerogoti sistem keuangan Indonesia. Sementara untuk pelaku pasar uang, kata dia, jangan mudah percaya dengan statemen pasar, apalagi pihak asing.

Tentang terpilihnya Gubernur Bank Indonesia Boedino menjadi calon Wakil Presiden dari Susilo Bambang Yudhoyono, menurut Farial hal itu sangat menyenangkan pelaku pasar uang asing.

Karena saat ini, Boediono cukup disenangi dan didukung pihak asing dalam berbagai kebijakannya.

Untuk pemerintahan kedepan, dia meminta agar pemerintah berani mengatakan tidak pada asing, karena sudah saatnya Indonesia menentukan nasibnya sendiri.

Investasi yang masuk ke Indonesia, sebaiknya diseleksi dengan cermat, jangan sampai investasi yang ditanam justru membuat masyarakat sengsara.

Tidak ada komentar: